Semakin hari, semakin banyak hal-hal yang saya perhatikan dan amati. Terutama hal-hal yang tidak terdapat di kampung halaman saya sendiri. Di samping aksen scouse orang-orang Liverpool yang berlalu lalang di telinga saya setiap hari, berikut hal-hal lainnya yang bisa saya ceritakan dalam 3 hari sejak ketibaan saya di sini.
Taman di Tengah Kota
Sudah rahasia umum bahwa taman merupakan nafas dari suatu kota bagi kota-kota di negara barat. Oleh karena itulah kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya (dengan pemimpinnya yang sekarang), menggalakkan pendirian dan pemeliharaan taman-taman yang bisa dinikmati oleh umum. Namun bagi kota-kota di Eropa, keberadaan taman yang luas dan terpelihara di tengah kota bukanlah suatu hal yang baru.
Di depan flat (atau kamar kos bahasa Indonesianya… hehe) tempat saya menetap, terdapat taman yang sangat luas. Taman ini bisa terlihat jelas langsung dari jendela saya sehingga saya bisa melihat arti taman ini bagi masyarakat sekitar.
- Tiap pagi dan tiap sore, ada saja orang yang mengajak anjingnya berjalan-jalan, mostly orang yang sudah sepuh. Mereka juga bermain lempar tangkap bola dengan hewan peliharaan kesayangan mereka ini.
- Ada juga orang yang sekedar duduk-duduk bersantai di bangku taman. Saya pun pernah melakukan ini dan rasanya memang nikmat sambil dilewati oleh angin sepoi-sepoi
- Terdapat juga jalur semen sebagai track pejalan kaki ataupun yang mau jogging
Taman luas di depan flat saya |
- Sebagai tambahan, di musim panas, rumput-rumput di taman menjadi sarana bagi orang-orang bule ini untuk bersantai, either sekedar berjemur menikmati matahari ataupun piknik bersama orang-orang terdekatnya. Bukan hal aneh jikalau di mana kita temukan ada matahari terik dan rerumputan, maka kemungkinan akan ada orang-orang sedang tidur-tiduran / bersantai / membaca buku / piknik, dan sebagainya.
Terdapat juga playground / taman bermain yang terawat untuk anak-anak |
The Red Brick Houses
Ketika saya berjalan kaki mengelilingi lingkungan sekitar, bentuk-bentuk rumah di sini merupakan salah satu hal yang saya perhatikan. Bentuk rumahnya mirip satu sama lain. Sepertinya renovasi dan pembangunan rumah di sini tidak semudah di Indonesia di mana orang bisa saja membangun istana di kompleks perumahan biasa.
Selain itu, bentuk-bentuk rumahnya juga bisa dikatakan sangat sederhana. Hampir semua rumah di sini terbuat dari batu bata (jadi kalau misalnya kita dengar istilah “Red Brick House”, ya itu benar adanya. Yaitu rumah-rumah seperti ini). Dinding rumah-rumah yang terbuat dari batu bata itu tersusun dengan rapi. Ya tentu saja karena membangun di sini tidak bisa asal jadi seperti Indonesia di mana bedeng pun bisa jadi tempat tinggal. Dinding batu bata harus bisa melindungi rumah dan tersusun rapi tanpa celah. Kalau tidak, bisa terbayangkan udara winter yang sangat dingin masuk melalui celah-celah dinding. Udara musim dingin yang dinginnya hingga bisa menusuk ke tulang.
Tinggal Di Tepi Laut
Liverpool berada di wilayah Merseyside yang berbatasan dengan laut. Oleh karena itu, bukan hal yang aneh kita bisa melihat burung-burung beterbangan dengan bebas. Suara burung camar merupakan suara yang sangat familiar di pagi dan siang hari. I think this is my first time mengalami kehidupan sehari-hari yang ditemani dengan hiruk pikuk burung camar yang berkeliaran bebas.
The Surviving Historical Sites
Kota-kota yang indah di wilayah Eropa ini adalah kota-kota yang memiliki bangunan-bangunan bersejarah yang masih terus bertahan hingga saat ini. Saat tiba di stasiun kereta Lime Street Liverpool dari Bandara Udara Manchester, saya langsung disambut dengan bangunan kuno dan megah dengan pilar-pilar besar seperti karakteristik bangunan romawi. Bangunan tersebut bernama St. George’s Hall, yaitu merupakan tempat bisa dilangsungkannya berbagai event, salah satunya adalah pernikahan. Di balik bangunan ini terdapat taman yang sangat indah yang merupakan salah satu spot nongkrong di wilayah pusat kota ini
St. George's Hall : Bangunan yang menyambut saya ketika sampai di Stasiun Kereta Lime Street, Liverpool |
Di depan St.George’s Hall terdapat Empire Theatre, dengan model bangunan yang cukup kuno. Tempat ini merupakan teater tempat diadakannya berbagai macam pertunjukkan.
Tidak jauh dari St. George’s Hall terdapat suatu open space / ruang terbuka dengan desain bangunan-bangunan kuno seperti air mancur dan patung model jaman baheula. Infonya, tempat ini sempat digunakan untuk salah satu lokasi syuting film Harry Potter terbaru.
Keindahan bangunan-bangunan ini dikarenakan masih dipeliharanya keaslian dari bentuk bangunan tersebut walaupun saat ini mungkin fungsinya sudah tidak lagi sama dengan waktu dibangun dulu.
The Weather alias Cuaca
Nah, ini dia yang paling menuntut diri untuk adaptasi. Negara kita yang memiliki dua musim tentu berbeda dengan Inggris yang memiliki empat musim. Ada satu persamaan antara cuaca sana dengan sini, yaitu sama-sama tidak bisa diprediksi ! Selama tiga hari di sini saja, saya sudah mengalami tiga cuaca yang berbeda-beda.
Hari pertama tiba di sini, saya sudah disambut dengan hujan yang disertai dengan angin. Berhubung tiba-tiba hujan ketika saya sedang di pusat kota, saya terpaksa membeli payung di salah satu toko. Payung yang baru saya beli saja langsung babak belur terbalik-balik dihajar oleh angin. Memang sebelum datang ke sini, saya sudah diberi informasi bahwa dibutuhkan jas hujan atau payung yang kokoh untuk menghadapi hujan berangin di kota Liverpool ini.
Hari kedua, cuacanya puanas banget ! Berhubung di hari pertama tadi saya kedinginan, jadi saya pakai jaket dan sebagainya ketika keluar rumah. Namun yang ada malahan banjir keringat…
Hari berikutnya adalah hari dengan cuaca yang didefinisikan dengan windy atau berangin. Saat itu saya main ke Albert Dock (kalau orang Padang meng-istilahkan tempat ini sebagai taplau… hahaha..). Masya Allah anginnya… Angin begitu kencang hingga kita merasakan langkah kaki kita tertahan oleh tiupan angin. Kalau di Indonesia, kena yang seperti ini langsung masuk angin, perlu minum bandrek atau bajigur atau STMJ (aduh enaknya…. sluurrpp….) atau paling minimal yah minum Tolak Angin. Hehehe…
Intinya, kekebalan tubuh harus kuat dan tubuh harus selalu prima. Terutama bagi kita-kita yang masih beradaptasi dengan cuaca setempat dari iklim tropis di daerah asal. Terkadang ketika kita di Indonesia saja, kena panas - hujan - panas - hujan, tubuh bisa nge-drop. Apalagi di sini yang cuacanya lebih bervariasi.
Dan sekali lagi, tulisan dalam blog ini hanya pandangan saya sekilas selama tiga hari di Liverpool, Inggris ya.. Belum tentu kota-kota lain di negara ini memiliki kondisi yang sama. Ditambah lagi, semakin lama saya tinggal di sini, akan semakin terbuka mata saya akan hal-hal lainnya di kota ini.